Mengingat bahwa tulisan ini adalah tulisan rintisan, maka Anda akan menemukan penambahan, pengurangan, maupun penyempurnaan setiap waktu.
Bagian Pertama: Kematian dan Pasca Kematian
Tujuan dari bagian ini adalah mengidentifikasi bahwa setiap muslim hendaknya mengingat dua hal berikut ini.
1. Bahwa setelah wafat, ada masih ada peluang untuk 'mendulang pahala'.
2. Akhir hidup seorang muslim hendaknya dalam kondisi "syahadah" (atau lebih populer dengan istilah "mati syahid).
Dengan berorientasi kepada kedua hal di atas, berarti seorang muslim telah 'merencanakan' akhir yang bahagia (happy ending, husn al-khatimah).
Bagian Kedua: Menjalani Hidup yang Islami
Tantangan yang ingin dijawab pada bagian kedua ini adalah : bagaimana setiap individu bisa menikmati "hidup yang hasanah" di dunia ini.
Secara umum, kondisi hidup yang hasanah di dunia dipahami dengan terpenuhinya seluruh kebutuhan individu dengan cara (jalan, metode, sistem, thariqah, sabil/subul, shirath) yang "Islamy".
Menariknya, setiap upaya individu untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya di dunia ini dengan cara yang islamy akan digelari dengan sebutan "ibadah".
Dengan kata lain, "ibadah" dalam konteks pembicaraan ini, bermakna "segala upaya pemenuhan kebutuhan hidup di dunia secara islamy".
Ragam Kebutuhan
1. Rasa damai, tenang, bahagia, aman. Kebutuhan ini bolehlah kita beri nama dengan kebutuhan spiritual.
2. Berinteraksi dengan orang lain. Kebutuhan ini kita beri nama kebutuhan sosial(isasi).
3. Mendapatkan dan memberikan informasi (pengetahuan dan keterampilan). Kita beri nama kebutuhan ini dengan kebutuhan intelektual.
4. Kesehatan, kebugaran, dan keindahan fisik/tubuh. Ini adalah kebutuhan jasmani/fisikal.
Ciri Seorang Muslim
Kondisi terpenuhinya kebutuhan di atas bisa digunakan untuk merumuskan 'identitas' (ciri-ciri) sejati seorang muslim. Seorang muslim adalah seorang yang:
* memancarkan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan
* luas pergaulannya dan bermanfaat bagi orang banyak
* cerdas dan terampil
* kaya serta sehat dan bugar
(Kita bisa, jika ingin, memperpanjang daftar di atas dengan menguraikan ciri-ciri yang sudah disebutkan dalam empat poin tersebut. Kita juga bisa memasukkan ciri khas seorang muslim ketika ia wafat: tidak tampak penderitaan di wajahnya, tercium aroma wangi yang khas baik di sekitar tempat ia meninggal atau di makamnya)
Bagian Pertama: Kematian dan Pasca Kematian
Tujuan dari bagian ini adalah mengidentifikasi bahwa setiap muslim hendaknya mengingat dua hal berikut ini.
1. Bahwa setelah wafat, ada masih ada peluang untuk 'mendulang pahala'.
2. Akhir hidup seorang muslim hendaknya dalam kondisi "syahadah" (atau lebih populer dengan istilah "mati syahid).
Dengan berorientasi kepada kedua hal di atas, berarti seorang muslim telah 'merencanakan' akhir yang bahagia (happy ending, husn al-khatimah).
Bagian Kedua: Menjalani Hidup yang Islami
Tantangan yang ingin dijawab pada bagian kedua ini adalah : bagaimana setiap individu bisa menikmati "hidup yang hasanah" di dunia ini.
Secara umum, kondisi hidup yang hasanah di dunia dipahami dengan terpenuhinya seluruh kebutuhan individu dengan cara (jalan, metode, sistem, thariqah, sabil/subul, shirath) yang "Islamy".
Menariknya, setiap upaya individu untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya di dunia ini dengan cara yang islamy akan digelari dengan sebutan "ibadah".
Dengan kata lain, "ibadah" dalam konteks pembicaraan ini, bermakna "segala upaya pemenuhan kebutuhan hidup di dunia secara islamy".
Ragam Kebutuhan
1. Rasa damai, tenang, bahagia, aman. Kebutuhan ini bolehlah kita beri nama dengan kebutuhan spiritual.
2. Berinteraksi dengan orang lain. Kebutuhan ini kita beri nama kebutuhan sosial(isasi).
3. Mendapatkan dan memberikan informasi (pengetahuan dan keterampilan). Kita beri nama kebutuhan ini dengan kebutuhan intelektual.
4. Kesehatan, kebugaran, dan keindahan fisik/tubuh. Ini adalah kebutuhan jasmani/fisikal.
Ciri Seorang Muslim
Kondisi terpenuhinya kebutuhan di atas bisa digunakan untuk merumuskan 'identitas' (ciri-ciri) sejati seorang muslim. Seorang muslim adalah seorang yang:
* memancarkan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan
* luas pergaulannya dan bermanfaat bagi orang banyak
* cerdas dan terampil
* kaya serta sehat dan bugar
(Kita bisa, jika ingin, memperpanjang daftar di atas dengan menguraikan ciri-ciri yang sudah disebutkan dalam empat poin tersebut. Kita juga bisa memasukkan ciri khas seorang muslim ketika ia wafat: tidak tampak penderitaan di wajahnya, tercium aroma wangi yang khas baik di sekitar tempat ia meninggal atau di makamnya)
Aktifitas Pemenuhan Kebutuhan
1. Kebutuhan spiritual dipenuhi dengan cara "zikr" dan "syukr".
2. Kebutuhan sosial dipenuhi dengan cara: a) mengamati/memperhatikan, b) mendengarkan, c) berbicara, dan d) membantu orang lain.
3. Kebutuhan intelektual dipenuhi dengan cara: a) membaca, b) menulis, c) mencoba, dan d) mengajar.
4. Kebutuhan jasmani dipenuhi dengan cara: a) 'bekerja' untuk memperoleh uang, b) makan-minum yang halal lagi thayyib, c) membersihkan dan 'memperindah' bagian dalam dan luar tubuh, d) 'bekerja' untuk memperoleh dan meningkatkan kesehatan serta kebugaran tubuh
Al-Quran dan Hadits berisi informasi seputar "aktifitas" pemenuhan kebutuhan di atas.
Ada aktifitas yang prosedur pelaksanaannya (kondisi, syarat) dijelaskan secara terperinci dan 'ketat'. Ketat dalam pengertian penjelasan tersebut sedemikian jelasnya hingga tidak menimbulkan 'penafsiran' yang berbeda atau beragam bagi yang membacanya.
Di sisi lain, tidak sedikit pula aktifitas yang aturannya dijelaskan secara umum dan 'longgar'.
Tidak boleh dilupakan, bahwa beberapa aktiftas pemenuhan kebutuhan adalah "khas Islam". Maksudnya, prosedur atau aturan aktifitas tersebut hanya ada dan diakui dalam Islam. Misalnya, zikr. Aktifitas ini adalah "khas Islam". Ia bukanlah "meditasi", meski ada element meditasi yang disebut 'mirip' dengan prosedur berzikr.
Nah, aktifitas yang khas Islam pada umumnya dijelaskan secara terperinci dan ketat. Keterlibatan 'kreatifitas' individu untuk menciptakan prosedur, aturan, atau cara baru dalam konteks ini sangatlah minimal (untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali atau dilarang. Lihat: bid'ah).
Sebaliknya, aktifitas pemenuhan kebutuhan yang tidak khas Islam, pada umumnya dijelaskan secara umum dan longgar. Seperti aktifitas memelihara kebersihan tubuh dan lingkungan. Di sinilah keterlibatan kreatifitas manusia untuk membuat prosedur, aturan, atau cara dibuka luas (untuk tidak mengatakan dianjurkan/disunnahkan atau diperintahkan/diwajibkan)
Keseluruhan aktifitas pemenuhan kebutuhan di atas untuk selanjutnya kita sebut dengan 'amal.
Amal Shalih vs Amal Thalih
'Amal, sebagaimana umum diketahui, ada yang sifatnya shalih dan ada pula yang thalih (tidak shalih). Ada cara 'bekerja' untuk memperoleh uang yang shalih dan ada yang thalih.
Kita menggunakan kata 'shalih' untuk menunjukkan bahwa kategori 'baik' di sini tidak saja baik dari sisi 'hukum'-nya (wajib atau haram; kategorisasi syariah atau fiqh) tetapi juga baik dari sisi 'moral/akhlaq' -nya (dianjurkan atau tidak dianjurkan).
Di masa depan, ketika kita menemukan 'perintah' untuk beramal shalih, maknailah dengan: perintah untuk memenuhi kebutuhan kita (dan bukannya kebutuhan Allah) secara shalih.
Jika Anda menemukan perintah 'berzikr', maka maknailah dengan: Allah swt memerintahkan Anda untuk memenuhi kebutuhan Anda, yaitu memperoleh dan menikmati ketenangan.
1. Kebutuhan spiritual dipenuhi dengan cara "zikr" dan "syukr".
2. Kebutuhan sosial dipenuhi dengan cara: a) mengamati/memperhatikan, b) mendengarkan, c) berbicara, dan d) membantu orang lain.
3. Kebutuhan intelektual dipenuhi dengan cara: a) membaca, b) menulis, c) mencoba, dan d) mengajar.
4. Kebutuhan jasmani dipenuhi dengan cara: a) 'bekerja' untuk memperoleh uang, b) makan-minum yang halal lagi thayyib, c) membersihkan dan 'memperindah' bagian dalam dan luar tubuh, d) 'bekerja' untuk memperoleh dan meningkatkan kesehatan serta kebugaran tubuh
Al-Quran dan Hadits berisi informasi seputar "aktifitas" pemenuhan kebutuhan di atas.
Ada aktifitas yang prosedur pelaksanaannya (kondisi, syarat) dijelaskan secara terperinci dan 'ketat'. Ketat dalam pengertian penjelasan tersebut sedemikian jelasnya hingga tidak menimbulkan 'penafsiran' yang berbeda atau beragam bagi yang membacanya.
Di sisi lain, tidak sedikit pula aktifitas yang aturannya dijelaskan secara umum dan 'longgar'.
Tidak boleh dilupakan, bahwa beberapa aktiftas pemenuhan kebutuhan adalah "khas Islam". Maksudnya, prosedur atau aturan aktifitas tersebut hanya ada dan diakui dalam Islam. Misalnya, zikr. Aktifitas ini adalah "khas Islam". Ia bukanlah "meditasi", meski ada element meditasi yang disebut 'mirip' dengan prosedur berzikr.
Nah, aktifitas yang khas Islam pada umumnya dijelaskan secara terperinci dan ketat. Keterlibatan 'kreatifitas' individu untuk menciptakan prosedur, aturan, atau cara baru dalam konteks ini sangatlah minimal (untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali atau dilarang. Lihat: bid'ah).
Sebaliknya, aktifitas pemenuhan kebutuhan yang tidak khas Islam, pada umumnya dijelaskan secara umum dan longgar. Seperti aktifitas memelihara kebersihan tubuh dan lingkungan. Di sinilah keterlibatan kreatifitas manusia untuk membuat prosedur, aturan, atau cara dibuka luas (untuk tidak mengatakan dianjurkan/disunnahkan atau diperintahkan/diwajibkan)
Keseluruhan aktifitas pemenuhan kebutuhan di atas untuk selanjutnya kita sebut dengan 'amal.
Amal Shalih vs Amal Thalih
'Amal, sebagaimana umum diketahui, ada yang sifatnya shalih dan ada pula yang thalih (tidak shalih). Ada cara 'bekerja' untuk memperoleh uang yang shalih dan ada yang thalih.
Kita menggunakan kata 'shalih' untuk menunjukkan bahwa kategori 'baik' di sini tidak saja baik dari sisi 'hukum'-nya (wajib atau haram; kategorisasi syariah atau fiqh) tetapi juga baik dari sisi 'moral/akhlaq' -nya (dianjurkan atau tidak dianjurkan).
Di masa depan, ketika kita menemukan 'perintah' untuk beramal shalih, maknailah dengan: perintah untuk memenuhi kebutuhan kita (dan bukannya kebutuhan Allah) secara shalih.
Jika Anda menemukan perintah 'berzikr', maka maknailah dengan: Allah swt memerintahkan Anda untuk memenuhi kebutuhan Anda, yaitu memperoleh dan menikmati ketenangan.
Amal yang Diperintahkan dan yang Dilarang
Ada aktifitas pemenuhan kebutuhan yang diperintahkan dan ada yang dilarang. Ada 'amal yang diperintahkan untuk dikerjakan dan ada pula 'amal yang dilarang untuk dikerjakan, meski kalau dikerjakan akan mampu memenuhi kebutuhan.
Hasil Amal Shalih: Kuantitas dan Kualitas
* Hasil berzikr adalah ketenangan, kedamaian diri.
* Hasil bersyukur adalah bertambahnya ni'mat yang akan diterima
* Hasil bershilaturrahim adalah rezeki yang lancar
* Hasil belajar dan mengajar adalah...
* Hasil bekerja adalah uang
* Hasil makan-minum adalah kesehatan dan kebugaran
* Hasil berolahraga adalah kesehatan dan kebugaran
* Hasil memelihara kebersihan dan keindahan tubuh dan lingkungan sekitar adalah...
Pada zaman ini, segala sesuatunya hampir bisa diukur dengan angka, diberi peringkat, dan diperlombakan.
Bila seorang muslim bersungguh-sungguh (baca: berlomba-lomba) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia ini, maka kesungguhannya itu akan menjadikannya sebagai individu yang sangat produktif. Kondisi ini sudah mendekati kondisi "hasanah di dunia".
Nilai Amal Shalih: Duniawi vs Ukhrawi
(Rujukan: Duniawi vs Ukhrawi)
Adalah keyakinan seorang muslim bahwa hidupnya di dunia ini akan ia lanjutkan di akhirat (setelah 'meninggalkan dunia')
Kata duniawi bermakna bersifat dunia, keduniawian. Sementara kata ukhrawi bermakna bersifat akhirat, keakhiratan. AKhirat yang dimaksud di sini adalah jannah (surga) dan bukan naar (neraka).
Kata dunia juga bisa dimaknai dengan 'dekat' sebagai lawan dari akhirat, 'jauh'.
Jika kita menempatkan keduanya dalam konteks tujuan, maka kata dunia bermakna tujuan jangka pendek dan kata akhirat bermakna tujuan jangka panjang. Individu disebut berorientasi duniawi jika ia menetapkan tujuan
Meski suatu amal dikerjakan secara shalih, namun belum tentu amal tersebut bernilai ukhrawi, atau bahasa awamnya: diterima Allah; memperoleh pahala.
Memenuhi kebutuhan hidup di dunia tidak selalu bernilai 'duniawi'. Terkadang, sebuah aktifitas ('amal) yang tidak ada aturannya (baca: hukumnya, prosedurnya, syarat, dan rukunnya) dalam Al-Quran dan Hadits bisa bernilai ukhrawi.
Pendorong dan Pencegah Amal Shalih
Apa yang mencegah seseorang dari memenuhi kebutuhannya secara shalih?
* Malas, Manja/tidak ingin mersusah payah, bekerja keras
* Tidak mengetahui cara yang shalih
Ada aktifitas pemenuhan kebutuhan yang diperintahkan dan ada yang dilarang. Ada 'amal yang diperintahkan untuk dikerjakan dan ada pula 'amal yang dilarang untuk dikerjakan, meski kalau dikerjakan akan mampu memenuhi kebutuhan.
Hasil Amal Shalih: Kuantitas dan Kualitas
* Hasil berzikr adalah ketenangan, kedamaian diri.
* Hasil bersyukur adalah bertambahnya ni'mat yang akan diterima
* Hasil bershilaturrahim adalah rezeki yang lancar
* Hasil belajar dan mengajar adalah...
* Hasil bekerja adalah uang
* Hasil makan-minum adalah kesehatan dan kebugaran
* Hasil berolahraga adalah kesehatan dan kebugaran
* Hasil memelihara kebersihan dan keindahan tubuh dan lingkungan sekitar adalah...
Pada zaman ini, segala sesuatunya hampir bisa diukur dengan angka, diberi peringkat, dan diperlombakan.
Bila seorang muslim bersungguh-sungguh (baca: berlomba-lomba) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia ini, maka kesungguhannya itu akan menjadikannya sebagai individu yang sangat produktif. Kondisi ini sudah mendekati kondisi "hasanah di dunia".
Nilai Amal Shalih: Duniawi vs Ukhrawi
(Rujukan: Duniawi vs Ukhrawi)
Adalah keyakinan seorang muslim bahwa hidupnya di dunia ini akan ia lanjutkan di akhirat (setelah 'meninggalkan dunia')
Kata duniawi bermakna bersifat dunia, keduniawian. Sementara kata ukhrawi bermakna bersifat akhirat, keakhiratan. AKhirat yang dimaksud di sini adalah jannah (surga) dan bukan naar (neraka).
Kata dunia juga bisa dimaknai dengan 'dekat' sebagai lawan dari akhirat, 'jauh'.
Jika kita menempatkan keduanya dalam konteks tujuan, maka kata dunia bermakna tujuan jangka pendek dan kata akhirat bermakna tujuan jangka panjang. Individu disebut berorientasi duniawi jika ia menetapkan tujuan
Meski suatu amal dikerjakan secara shalih, namun belum tentu amal tersebut bernilai ukhrawi, atau bahasa awamnya: diterima Allah; memperoleh pahala.
Memenuhi kebutuhan hidup di dunia tidak selalu bernilai 'duniawi'. Terkadang, sebuah aktifitas ('amal) yang tidak ada aturannya (baca: hukumnya, prosedurnya, syarat, dan rukunnya) dalam Al-Quran dan Hadits bisa bernilai ukhrawi.
Pendorong dan Pencegah Amal Shalih
Apa yang mencegah seseorang dari memenuhi kebutuhannya secara shalih?
* Malas, Manja/tidak ingin mersusah payah, bekerja keras
* Tidak mengetahui cara yang shalih
0 komentar:
Posting Komentar