Rabu, 19 Januari 2011

Sahabat Sejati

      Adakah seorang sahabat sejati yang siap sedia selalu membantu dalam suka dan duka, kalau ada tidakkah Allah merupakan sahabat kita yang paling baik, apakah kita sudah menempatkan Tuhan sebagai sahabat kita? tempat segala permintaan, segala harapan dan perlindungan kita kepadanya semata.
Tanda seorang yang betul-betul setia ialah bahwa ia bersedia mengorbankan semua barang yang dimilikinya untuk kepentingan sahabatya dan yang dikasihinya; lebih -lebih bila kecintaan dan kekasih itu kebetulan adalah Khalik dan Tuhan manusia.
Ada suatu serita terkenal tentang seorang anak muda yang bersama sahabat-sahabatnya senang memboroskan harta benda bapaknya. Ia selalu dikelilingi oleh orang-orang penjilat dan siang malam mereka berasma-sama membuang-buang uang. Bapaknya selalu memperingatkannya bahwa sahabat-sahabat nya itu adalah orang-orang yang hanya pandai menyanjung dan mementingkan diri sendiri, yang tidak menaruh setia kawan sejati kepadanya; oleh karena itu adalah baik sekali kalau ia tidak membuang-buang uang untuk mereka. Tetapi ia tidak mau menerima nasehat bapaknya itu dan salalu menjawab bahwa mereka adalah sahabat- sahabat yang setia. Sang bapak menyatakan heran ketika iia menetahui betapa banyknya sahabat- sahabat itu. Ia berkata kepada anaknya itu bahwa sepanjang hdupnya ia hanya punya seorang teman, sedangkan sang anak selalu dikelilingi kawan-kawan yang banyak jumlahnya
Ketika sudah berlalu beberapa waktu dan si anak tidak hendak menurut nasehat bapaknya, maka suatu hari sang bapak berkata kepadanya, “Kalau engkau tidak percaya pada kataku, adakanlah uji coba pada kawan-kawanmu dan engkau akan mengetahui sendiri berapa banyak dari mereka itu benar-benar kawanmu”. Si anak bertanya kepada bapaknya dengan cara bagaimana ia akan mencobai para sahabatnya. Lalu sang bapak menganjurkan supaya ia mengunjungi setiap orang dari mereka dan mengatakan kepada mereka bahwa ia telah diusir oleh bapaknya dan hak waris telah dicabut daripadanya, dan kemudian meminta kepada mereka untuk meminjamkan sejumlah kepadanya supaya ia dapat berdiri sendiri dan memperolah penghidupan. Ketika ia berkunjung kepada para sahabatnya itu dan mereka mendengar bahwa bapaknya telah mengusirnya dari rumah, seorang menyampaikan pesan bahwa ia sedang sakit dan menyesal tidak dapat menemuinya pada waktu itu. Seorang lainnya memberi kabar melalui pesuruhnya bahwa ia tidak ada di rumah. Yang lainnya meminta maaf karena ia memang punya uang tetapi telah memberikannya pada hari itu juga kepada orang lain. Lalu anak itu kembali kepada bapaknya dengan tangan kosong dan mengakui bahwa penilaian bapaknya tentang para sahabatnya terbukti benar., karena tak seorangpun yang hendak menolongnya.
Lalu sang bapak berkata kepada anak itu bahwa ia akan memperlihatkan sahabatnya sendiri, dan ia membawanya keluar kota. Mereka tiba pada suatu rumah di larut malam. Sang bapak memanggil dengan suara keras. Dari dalam rumah terdengar suara yang meminta supaya memanggil menyebut namanya. Sang bapak pun menyebutkan namanya dan setelah yakin maka sahabatnya itu memintanya menunggu. Tetapi sesudah itu kesunyian meliputi rumah itu dan selama setengah jam tidak terdengar kata-kata lain dari dalam rumah itu. Hal ini menyebabkan si anak berkata kepada bapaknya bahwa sahabat bapaknya ternyata sama saja dengan sahabat-sahabatnya sendiri. Sang bapak menyuruhnya jangan heran karena dengan segera mereka akan mengatahui apa yang menajadi sebab.
Sesudah lima atau sepuluh menit kemudian penghuni rumah keluar sambil menuntun istrinya denga tangan sebelah dan menggenggam pedang dengan tangan lainnya, dan dengan sebuah kantong segitiga yang terikat di pinggangnya. Ia berkata kepada bapak anak muda itu, “ Maafkan saya karena keterlambatanku keluar. Ketika tuan mengetuk pintu, terpikir olehku bahwa kedatangan tuan kepadaku dilarut malam tentu karena suatu sebab yang penting sekali. Saya berpikir bahwa tuan mungkin mungkin sekali mendapat kesususahan yang tidak terduga, dan karena itu datang kepadaku untuk memperoleh pertolongan. Ketika pikiran ini terlintas dalam otakku lalu aku mangambil pedang, karena dalam perkiraanku dengan barang ini aku dapat memberikan pertolongan kepada tuan. Kemudian terpikir olehku bahwa sekalipun tuan eorang jutawan kadang-kadang mendapat kesusahan yang demikian halnya sehingga mereka menjadi fakir. Dengan mencelengkan uang sedikit demi sedikit saya telah dapat mengumpulkan empat sampai lima ratus rupee sepanjang hidupku, dan jumlah ini kutanamkan di tanah. Ketika hal ini terlintas dalam pikiranku saya mulai menggali tanah dan mengeluarkan kantong uang itu. Inilah yang menyebabkan keterlambatan. Kemudian timbul dalam pikiranku bahwa salah seorang keluarga tuan mungkin sakit dan seseorang diperlukan untuk merawatnya. Karena itu saya bangunkan istriku dari tidur dan menyuruhnya menemaniku. Nah, tiga macam barang ini dapat tuan gunakan. Katakanlah kepadaku apa persoalan tuan?”. Sang bapak menyuruh anaknya memperhatikan bahwa kawan seperti itu memang ada.
Contoh ini mengandung pelajaran bahwa kalau dari seoarang bisa demikian halnya, maka orang yang menjadi kawan dari Tuhan tentu akan lebih baik dari itu.