Kamis, 25 Maret 2010

Intisari Sejarah Kehidupan Nabi SAW

Intisari Sejarah Kehidupan Nabi SAW, Hasyimi, Bandung. Judul asli Zubdah As-Sirah An-Nabawiyah: Al-Mujmal li Shahih min Tarikh Hayati Sayyidina Ar-Rasul SAW, penerjemah Tholib Anis, 462 halaman + xxi, 11 x 18. Rp45.000,00.

Brifis: Membaca sejarah hidupnya saja (h.7-19) sungguh sudah merupakan jamian kualitas buku ini. Dilahirkan dari keluarga intelek di Mekah, suka bepergian mengembangkan imu (mendirikan sekolah) dari Timur Tengah, Afrika, sampai ke Asia Timur; Penang, Jambi, Bengkulu dan banyak tempat lagi, menempatkannya sebagai penyiar ajaran Rasulullah.

Bahkan, buku ini tidak tepat dikatakan intisari, seharusnya lebih dari itu. Memang berisi pokok-pokok sejarah Nabi Muhammad SAW namun bukan sajian seperti untuk pelajar anak SD. Buku ini, seperti banyak buku sejarah Rasulllah lainnya, disajikan kronologis dari kelahiran sampai wafat, dan tidak ketinggalan masa sebelum kelahiran.

Gaya Hidup Orang Kaya


Ada 1 lembaga penelitian sekuler di USA yang meneliti tentang orang-orang bahagia. Karena ini
lembaga sekuler, ukuran bahagia pertama adalah banyaknya uang, maka lembaga tersebut
mensurvey orang-orang kaya (milyuner) dengan sample awal sebanyak lebih dari 200 ribu orang
milyuner. Dari 200 ribu itu disaring kadar bahagia- nya berdasarkan berbagai parameter termasuk
keluarga tersebut. Hasil saringan terakhir ada sekitar 200 orang yang dianggap sangat bahagia,
karena selain kaya, bisnisnya luar biasa, menikmati hidup, keluarganya beres. Hasil survey
tersebut ditulis dalam buku karangan ThomasStanley berjudul "The Millionaire Mind."

Orang-orang kaya tersebut rata-rata sudah berumur, mereka adalah orang kaya dalam 1 generasi, artinya bukan kaya warisan, tapi kaya dengan modal zero, alias kerja sendiri. Kemudian orang-orang ini diwawancara satu per satu secara detail, dan di-summary-kan gaya hidup orang-orang tersebut, berikut 10 gaya hidup:

1. Orang-orang tersebut frugal = hemat,
artinya:
mereka penuh pertimbangan dalam memanfaatkan uang mereka. Untuk beli sesuatu, pikir-pikir dulu sekitar 20 kali, tipe orang yang tanya sama Tuhan tentang segala sesuatu pengeluaran. Mereka tidak diperbudak mode, meskipun tidak kuno, tapi modis. Mereka tahu dimana beli barang bagus tapi murah.
2. Orang-orang tersebut selalu hidup di bawah incomemereka, tidak hidup gali lobang tutup lobang alias anti utang.
3. Sangat loyal terhadap pasangan - tidak cerai dan setia!
4. Selalu lolos dari prahara baik dalam keluarga/bisnis (di USA sering resesi ekonomi, mereka
selalu lolos). Setelah ditanya apa kunci lolosnya, jawabannya: "overcoming worry and fear with The Bible and pray,with faith to God. We have God and His word."
5. Cara berpikir mereka berbeda dalam segala segi dengan orang-orang kebanyakan,
contoh:
kita kalau ke mall, mikir abisin duit, mereka malah survey mencari bisnis apa yang paling laku di mall. They think differently from the crowd. Mereka "man of production" bukan "man of consumption."
6. Ketika ditanya kunci suksesnya:
a. Punya integritas = omongan dan janji bisa dipegang dan dipercaya.
b. Disiplin = tidak mudah dipengaruhi, dalam segala hal, termasuk disiplin dalam hal makanan,
mereka orang yang tidak sembarangan konsumsi makanan. Tidak serakah.
c. Selalu mengembangkan social skill = cara bergaul, belajar getting along with people, belajar
leadership, menjual ide, mereka orang yang meng-upgrade dirinya, tidak malas belajar.
d. Punya pasangan yg support, selalu mendukung dalam keadaan enak/tidak enak. Menurut mereka, integrity dimulai di rumah, kalau seorang suami/istri tidak bisa dipercaya di rumah, pasti
tidak bisa dipercaya di luar.

7. Pembagian waktu/aktivitas, paling banyak untuk hal-hal berikut:
a. Mengajak anak dan cucu sport/olahraga, alasannya, dengan olahraga bisa meningkatkan
fighting spirit yang penting untuk pertandingan rohani untuk menang sebagai orang beriman,
untuk bisa sportif (menerima kenyataan, tetapi dengan semangat untuk memperbaiki dan
menang).
b. Banyak memikirkan tentang investment.
c. Banyak waktu berdoa, mencari hadirat Allah, belajar Firman. Ini menjadi lifestyle mereka sejak muda.
d. Attending religious activities.
e. Sosializing with children and grand child, ngobrol.
f. Entertaining with friends, maksudnya bergaul,membina hubungan.
8. Have a strong religious faith, dan menurut mereka ini kunci sukses mereka.
9. Religious millionaire.
Mereka tidak pernah memaksakan suatu jumlah aset sama Tuhan, tapi mereka belajar
mendengarkan suara Tuhan, berapa jumlah aset yang Tuhan inginkan buat mereka. Minta guidance
untuk bisnis. Mereka bukan type menelan semua tawaran bisnis yang disodorkan kepada mereka,
tapi tanya Tuhan dulu untuk mengambil keputusan.
10. Ketika ditanya tentang siapa mentor mereka, jawabannya adalah Tuhan.

EVOLUSI - PIJAR PERADABAN MANUSIA

Pakar teori evolusi yang mengakui arah dan akal dalam EVOLUSI berkaitan dengan Tuhan sebagai sumber, yaitu :
Teilhard de Chardin, R. Wesson, Hans Jonas, C.G. Jung

 Albert Einstein menamakan EVOLUSI : suatu inteligensi yang begitu agung sehingga pikiran sistematis manusia hanya merupakan pantulan lemah dari padanya.

 Sarjana Neurobiologi, Gerald Huther : Perkembangan otak merepih oleh tidak adanya pemeliharaan, ketertutupan terhadap dunia luar. Otak = Organ sosial.

« Thomas Aquinas ( 1225-1274 ) : " Omnia, appetendo propriam perfectionen, ipsum Deum appectunt " (apa saja, yang mendambakan kesempurnaannya, mendambakan Tuhan sendiri)

 Gustavo Gutierrez ( Perintis Teologi Pembebasan ) : Seseorang yang beriman sesungguhnya adalah orag yang melakukan keadilan.

Teilhard De Chardin : Kita tidak bisa maju selangkahpun kalo kita tidak tahu bahwa jalan ini membawa kita ke puncak.

 Psikolog Erich Fromm ( 1900-1980 ) : Kegairahan, nafsu-nafsu mengubah manusia hingga mampu melawan rintangan mahabesar dan berusaha memberikan makna pada kehidupannya.

 Marie Metrailler ( putri petani di desa pegunungan Evolene, Valois : Le paysage est un'etat d'ame ( alam menghirup jiwa )

Jallaludin Rumi : wanita adalah sinar dari cahaya Ilahi.

 Sumber : Buku Pijar Peradaban Manusia - Denyut Harapan Evolusi oleh Franz Dahler dan Eka Budianta. Penerbit Kanisius. 2000.

Rabu, 24 Maret 2010

Membumikan Al-Qur'an

Laylat Al-Qadr

Surah Al-Qadr adalah surah ke-97 menurut urutannya di dalam Mushaf. Ia ditempatkan sesudah surah Iqra'. Para ulama Al-Quran menyatakan bahwa ia turun jauh sesudah turunnya surah Iqra'. Bahkan, sebagian diantara mereka, menyatakan bahwa surah Al-Qadr turun setelah Nabi Muhammad saw. berhijrah ke Madinah.

Penempatan dan perurutan surah dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah SWT, dan dari perurutannya ditemukan keserasian-keserasian yang mengagumkan.

Kalau dalam surah Iqra', Nabi saw. diperintahkan (demikian pula kaum Muslim) untuk membaca dan yang dibaca itu antara lain adalah Al-Quran, maka wajarlah jika surah sesudahnya --yakni surah Al-Qadr ini-- berbicara tentang turunnya Al-Quran dan kemuliaan malam yang terpilih sebagai malam Nuzul Al-Qur'an (turunnya Al-Quran).

Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan. Salah satu di antaranya adalah Laylat Al-Qadr -- satu malam yang oleh Al-Quran dinamai "lebih baik daripada seribu bulan".

Tetapi, apa dan bagaimana malam itu? Apakah ia terjadi sekali saja yakni pada malam ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu atau terjadi setiap bulan Ramadhan sepanjang sejarah? Bagaimana kedatangannya, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya? Benarkah ada tanda-tanda fisik material yang menyertai kehadirannya (seperti membekunya air, heningnya malam dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya)? Masih banyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam Al-Qadr itu.

Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Quran, bahwa "Ada suatu malam yang bernama Laylat Al-Qadr" (QS 97:1) dan bahwa malam itu adalah "malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan" (QS 44:3).

Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena Kitab Suci menginformasikan bahwa ia diturunkan oleh Allah pada bulan Ramadhan (QS 2:185) serta pada malam Al-Qadr (QS 97:1). Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan, yaitu Wa ma adraka ma laylat Al-Qadr

Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran. Sepuluh di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti Ma adraka ma Yawm Al-Fashl, ... Al-Haqqah .. 'illiyyun, dan sebagainya. Kesemuanya itu merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Dari ketiga belas kali ma adraka itu terdapat tiga kali yang mengatakan: Ma adraka ma al-thariq, Ma adraka ma al-aqabah, dan Ma adraka ma laylat al-qadr.

Kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal-hal yang menjadi objek pertanyaan, maka kesemuanya adalah hal-hal yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia. Hal ini tentunya termasuk Laylat Al-Qadr yang menjadi pokok bahasan kita, kali ini.

Walaupun demikian, sementara ulama membedakan antara pertanyaan ma adraka dan ma yudrika yang juga digunakan oleh Al-Quran dalam tiga ayat.

    Wa ma yudrika la 'alla al-sa'ata takunu qariba (Al-Ahzab: 63)

    Wa ma yudrika la'alla al-sa'ata qarib ... (Al-Syura:17)

    Wa ma yudrika la allahu yazzakka (Abasa: 3).

Dua hal yang dipertanyakan dengan wa ma yudrika adalah pertama menyangkut waktu kedatangan hari kiamat dan kedua apa yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.

Secara gamblang, Al-Quran --demikian pula Al-Sunnah-- menyatakan bahwa Nabi saw. tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib. Ini berarti bahwa ma yudrika digunakan oleh Al-Quran untuk hal-hal yang tidak mungkin diketahui walaupun oleh Nabi saw. sendiri. Sedangkan wa ma adraka, walaupun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah SWT menyampaikannya kepada Nabi saw., sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau.

Itu semua berarti bahwa persoalan Laylat Al-Qadr harus dirujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw., karena di sanalah dapat diperoleh informasinya.

Kembali kepada pertanyaan semula, bagaimana tentang malam itu? Apa arti malam Al-Qadr dan mengapa malam itu dinamai demikian? Di sini ditemukan berbagai jawaban.

Kata qadr sendiri paling tidak digunakan untuk tiga arti:

   1. Penetapan dan pengaturan sehingga Laylat Al-Qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan firman Allah pada surah 44:3 yang disebut di atas. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. Al-Quran yang turun pada malam Laylat Al-Qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad saw., guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
   2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadr yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 surah Al-An'am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu 'ala basyarin min syay'i (Mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).
   3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Kata qadr yang berarti sempit digunakan oleh Al-Quran antara lain dalam ayat ke-26 surah Al-Ra'd: Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya' wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi yang dikehendaki-Nya]).

Ketiga arti tersebut, pada hakikatnya, dapat menjadi benar, karena bukankah malam tersebut adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan? Namun demikian, sebelum melanjutkan pembahasan tentang hakikat dan hikmah Laylat Al-Qadr, terlebih dahulu akan dijawab pertanyaan tentang kehadirannya, apakah setiap tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu.

Dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Laylat Al-Qadr, tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi. Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran. Pakar hadis, Ibnu Hajar, menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda bahwa malam qadr sudah tidak akan datang lagi.

Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Laylat Al-Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadha.n. Bahkan, Rasul saw. menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam gazal setelah berlalu dua puluh hari Ramadhan.

Memang, turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Laylat Al-Qadr, tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu hadir pada saat itu saja. Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri. Pendapat tersebut dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari' (present tense) pada ayat, Tanazzal al-mala'ikat wa al-ruh, kata Tanazzal adalah bentuk yang mengandung arti kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa datang.

Nah, apakah bila ia hadir, ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya itu? Tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun, dugaan itu --hemat penulis-- keliru, karena itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak. Di sisi lain, ini berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik material, sedangkan riwayat-riwayat demikian tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Dan seandainya, sekali lagi seandainya, ada tanda-tanda fisik material, maka itu pun tidak akan ditemui oleh orang-orang yang tidak mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya. Air dan minyak tidak mungkin akan menyatu dan bertemu. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Laylat Al-Qadr tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja. Tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap orang di tempat itu mendambakannya. Bukankah ada orang yang sangat rindu atas kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya? Demikian juga dengan Laylat Al-Qadr. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya. Dan itu pula sebabnya Rasul saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan i'tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.

Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Laylat Al-Qadr datang menemui seseorang, ketika itu malam kehadirannya menjadi saat qadr --dalam arti, saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya pada masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, dan sejak saat itu, malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbit fajar kehidupannya yang baru kelak di hari kemudian. (Perhatikan kembali makna-makna Al-Qadr yang dikemukakan di atas!).

Syaikh Muhammad 'Abduh pernah menjelaskan pandangan Imam Al-Ghazali tentang kehadiran malaikat dalam diri manusia. Abduh memberikan ilustrasi berikut:

"Setiap orang dapat merasakan bahwa dalam jiwanya ada dua macam bisikan, yaitu bisikan baik dan buruk. Manusia seringkali merasakan pertarungan antara keduanya, seakan apa yang terlintas dalam pikirannya ketika itu sedang diajukan ke satu sidang pengadilan. Yang ini menerima dan yang itu menolak, atau yang ini berkata lakukan dan yang itu mencegah, demikian halnya sampai pada akhirnya sidang memutuskan sesuatu.

Yang membisikkan kebaikan adalah malaikat, sedangkan yang membisikkan keburukan adalah setan atau paling tidak penyebab adanya bisikan tersebut adalah malaikat atau setan. Nah, turunnya malaikat, pada malam Laylat Al-Qadr, menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia akan selalu disertai oleh malaikat sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tidak terbatas sampai fajar malam Laylat Al-Qadr, tetapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak."

Di atas telah dikemukakan bahwa Nabi saw., menganjurkan sambil mengamalkan i 'tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci, tempat segala aktivitas kebajikan bermula. Di masjid, seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya. Juga, di masjid, seseorang dapat menghindar dari hiruk-pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengayaan iman. Itulah sebabnya ketika melakukan i'tikaf, seseorang dianjurkan untuk memperbanyak doa dan bacaan Al-Quran, atau bahkan bacaan-bacaan lain yang dapat memperkaya iman dan ketakwaan.

Malam Al-Qadr, yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Ketika jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Al-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia.

Dalam rangka menyambut kehadiran Laylat Al-Qadr itu yang beliau ajarkan kepada umatnya, antara lain, adalah melakukan i'tikaf. Walaupun i'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu berapa lama saja --bahkan dalam pandangan Imam Syafi'i, walaupun hanya sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci-- namun, Nabi saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa.

Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah: Rabbana atina fi al-dunya hasanah, wa fi al-akhirah hasanah wa qina 'adzab al-nar (Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka). Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan yang dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha. Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.

Kalau yang demikian itu diraih oleh manusia, maka jelaslah ia telah memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat. Karena itu, tidak heran jika kita mendengar jawaban Rasul saw. yang menunjuk kepada doa tersebut, ketika istri beliau 'A'isyah menanyakan doa apa yang harus dibaca jika ia merasakan kehadiran Laylat-Al-Qadr?

Mukjizat Shalat

Berdasarkan berbagai keterangan dalam Kitab  Suci  dan  Hadits
Nabi,   dapatlah   dikatakan  bahwa  shalat  adalah  kewajiban
peribadatan  (formal)  yang  paling   penting   dalam   sistem
keagamaan  Islam.  Kitab Suci banyak memuat perintah agar kita
menegakkan  shalat  (iqamat  al-shalah,  yakni  menjalankannya
dengan penuh kesungguhan), dan menggambarkan bahwa kebahagiaan
kaum  beriman  adalah  pertama-tama  karena   shalatnya   yang
dilakukan  dengan  penuh kekhusyukan. [1]). Sebuah hadits Nabi
saw.  menegaskan,  "Yang  pertama  kali  akan   diperhitungkan
tentang  seorang  hamba  pada  hari  Kiamat ialah shalat: jika
baik, maka baik pulalah seluruh amalnya; dan jika rusak,  maka
rusak  pulalah  seluruh  amalnya."  [2] Dan sabda beliau lagi,
"Pangkal segala perkara ialah al-Islam  (sikap  pasrah  kepada
Allah),  tiang  penyangganya  shalat,  dan puncak tertingginya
ialah perjuangan di jalan Allah." [3]

Karena   demikian   banyaknya   penegasan-penegasan    tentang
pentingnya  shalat  yang  kita  dapatkan  dalam  sumber-sumber
agama, tentu sepatutnya kita memahami makna shalat itu  sebaik
mungkin.  Berdasarkan  berbagai  penegasan  itu, dapat ditarik
kesimpulan bahwa agaknya shalat merupakan "kapsul" keseluruhan
ajaran dan tujuan agama, yang di dalamnya termuat ekstrak atau
sari pati semua  bahan  ajaran  dan  tujuan  keagamaan.  Dalam
shalat itu kita mendapatkan keinsyafan akan tujuan akhir hidup
kita, yaitu penghambaan diri  ('ibadah)  kepada  Allah,  Tuhan
Yang   Maha  Esa,  dan  melalui  shalat  itu  kita  memperoleh
pendidikan pengikatan pribadi atau komitmen kepada nilai-nilai
hidup yang luhur. Dalam perkataan lain, nampak pada kita bahwa
shalat mempunyai dua makna sekaligus: makna intrinsik, sebagai
tujuan  pada  dirinya  sendiri dan makna instrumental, sebagai
sarana pendidikan ke arah nilai-nilai luhur.

Makna Intrinsik Shalat (Arti Simbolik Takbirat al-Ihram)

Kedua makna itu, baik yang intrinsik maupun yang instrumental,
dilambangkan   dalam  keseluruhan  shalat,  baik  dalam  unsur
bacaannya maupun tingkah lakunya. Secara  Ilmu  Fiqih,  shalat
dirumuskan  sebagai  "Ibadah  kepada Allah dan pengagungan-Nya
dengan  bacaan-bacaan  dan  tindakan-tindakan  tertentu   yang
dibuka  dengan takbir (Allahu Akbar) dan ditutup dengan taslim
(al-salam-u 'alaykam wa rahmatu-'l-Lah-i wa barakatah), dengan
runtutan  dan  tertib  tertentu  yang  diterapkan  oleh  agama
Islam." [4]

Takbir pembukaan shalat itu dinamakan "takbir ihram" (takbirat
al-ihram),  yang  mengandung  arti "takbir yang mengharamkan",
yakni, mengharamkan segala  tindakan  dan  tingkah  laku  yang
tidak  ada kaitannya dengan shalat sebagai peristiwa menghadap
Tuhan. Takbir pembukaan itu  seakan  suatu  pernyataan  formal
seseorang  membuka  hubungan  diri dengan Tuhan (habl-un min-a
'l-Lah), dan mengharamkan  atau  memutuskan  diri  dari  semua
bentuk  hubungan  dengan  sesama manusia (habl-un min al-nas -
"hablum minannas"). Maka makna intrinsik  shalat  diisyaratkan
dalam  arti  simbolik  takbir pembukaan itu, yang melambangkan
hubungan dengan Allah dan menghambakan diri  kepada-Nya.  Jika
disebutkan  bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia oleh Allah
agar  mereka  menghamba  kepada-Nya,   maka   wujud   simbolik
terpenting  penghambaan  itu  ialah  shalat yang dibuka dengan
takbir tersebut, sebagai ucapan  pernyataan  dimulainya  sikap
menghadap Allah.

Sikap menghadap Allah itu kemudian dianjurkan untuk dikukuhkan
dengan membaca doa pembukaan (du'a al-iftitah),  yaitu  bacaan
yang  artinya,  "Sesungguhnya  aku menghadapkan wajahku kepada
Dia yang telah menciptakan seluruh  langit  dan  bumi,  secara
hanif  (kecenderungan suci kepada kebaikan dan kebenaran) lagi
muslim (pasrah kepada Allah, Yang Maha Baik  dan  Benar  itu),
dan  aku  tidaklah termasuk mereka yang melakukan syirik." [5]
Lalu dilanjutkan dengan seruan, "Sesungguhnya shalatku,  darma
baktiku,  hidupku  dan matiku untuk Allah Penjaga seluruh alam
raya; tiada sekutu bagi-Nya. Begitulah aku diperintahkan,  dan
aku termasuk mereka yang pasrah (muslim)." [6]

Jadi,  dalam  shalat  itu seseorang diharapkan hanya melakukan
hubungan  vertikal  dengan  Allah,  dan  tidak   diperkenankan
melakukan  hubungan  horizontal dengan sesama makhluk (kecuali
dalam  keadaan  terpaksa).  Inilah  ide  dasar  dalam   takbir
pembukaan   sebagai   takbirat  al-ihram.  Karena  itu,  dalam
literatur kesufian  berbahasa  Jawa,  shalat  atau  sembahyang
dipandang  sebagai "mati sajeroning hurip" (mati dalam hidup),
karena memang  kematian  adalah  panutan  hubungan  horizontal
sesama manusia guna memasuki alam akhirat yang merupakan "hari
pembalasan"  tanpa  hubungan  horizotal   seperti   pembelaan,
perantaraan, ataupun tolong-menolong. [7]

Selanjutnya   dia   yang  sedang  melakukan  shalat  hendaknya
menyadari  sedalam-dalamnya  akan  posisinya  sebagai  seorang
makhluk   yang   sedang   menghadap  Khaliknya,  dengan  penuh
keharuan,  kesyahduan  dan  kekhusyukan.  Sedapat  mungkin  ia
menghayati  kehadirannya  di  hadapan  Sang  Maha Pencipta itu
sedemikian rupa sehingga ia "seolah-olah  melihat  Khaliknya";
dan kalau pun ia tidak dapat melihat-Nya, ia harus menginsyafi
sedalam-dalamnya bahwa "Khaliknya melihat dia", sesuai  dengan
makna  ihsan  seperti dijelaskan Nabi saw dalam sebuah hadits.
[8] Karena merupakan peristiwa menghadap  Tuhan,  shalat  juga
sering dilukiskan sebagai mi'raj seorang mukmin, dalam analogi
dengan mi'raj Nabi saw yang menghadap Allah secara langsung di
Sidrat al-Muntaha.

Dengan  ihsan  itu orang yang melakukan shalat menemukan salah
satu makna yang amat  penting  ibaratnya,  yaitu  penginsyafan
diri  akan adanya Tuhan Yang Maha Hadir (omnipresent), sejalan
dengan berbagai penegasan dalam Kitab Suci, seperti, misalnya:
"Dia  (Allah)  itu  beserta  kamu  di manapun kamu berada, dan
Allah Maha teliti akan segala sesuatu yang kamu kerjakan." [9]

Bahwa shalat disyariatkan agar manusia  senantiasa  memelihara
hubungan  dengan Allah dalam wujud keinsyafan sedalam-dalamnya
akan ke-Maha-Hadiran-Nya, ditegaskan, misalnya, dalam perintah
kepada  Nabi  Musa as. saat ia berjumpa dengan Allah di Sinai:
"Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain  Aku.  Maka
sembahlah  olehmu  akan  Daku,  dan  tegakkanlah  shalat untuk
mengingat-Ku!" [10] Dan ingat kepada Allah yang dapat  berarti
kelestarian  hubungan  yang  dekat  dengan  Allah  adalah juga
berarti menginsyafkan diri sendiri akan makna  terakhir  hidup
di  dunia  ini,  yaitu  bahwa  "Sesungguhnya kita berasal dari
Allah, dan kita akan  kembali  kepada-Nya".  [11]  Maka  dalam
literatur  kesufian berbahasa Jawa, Tuhan Yang Maha Esa adalah
"Sangkan-Paraning  hurip"  (Asal  dan  Tujuan  hidup),  bahkan
"Sangkan-Paraning dumadi" (Asal dan Tujuan semua makhluk).

Keinsyafan  terhadap  Allah  sebagai  tujuan akhir hidup tentu
akan  mendorong  seseorang  untuk  bertindak  dan   berpekerti
sedemikian  rupa  sehingga  ia kelak akan kembali kepada Allah
dengan penuh perkenan dan diperkenankan (radliyah mardliyyah).
Oleh  karena  manusia  mengetahui,  baik  secara naluri maupun
logika, bahwa Allah tidak akan memberi perkenan kepada sesuatu
yang  tidak  benar  dan  tidak baik, maka tindakan dan pekerti
yang harus ditempuhnya dalam rangka hidup menuju  Allah  ialah
yang  benar dan baik pula. Inilah jalan hidup yang lurus, yang
asal-muasalnya ditunjukkan dan diterangi hati nurani  (nurani,
bersifat  cahaya, yakni, terang dan menerangi), yang merupakan
pusat rasa kesucian (fithrah) dan sumber dorongan suci manusia
menuju kebenaran (hanif).

Tetapi  manusia  adalah  makhluk  yang sekalipun pada dasarnya
baik namun juga lemah. Kelemahan ini membuatnya  tidak  selalu
mampu  menangkap  kebaikan dan kebenaran dalam kaitan nyatanya
dengan hidup sehari-hari.  Sering  kebenaran  itu  tak  nampak
padanya  karena  terhalang  oleh  hawa  nafsu  (hawa  al-nafs,
kecenderungan diri sendiri) yang subyektif dan  egois  sebagai
akibat  dikte  dan penguasaan oleh vested interest-nya. Karena
itu dalam  usaha  mencari  dan  menemukan  kebenaran  tersebut
mutlak  diperlukan  ketulusan  hati  dan  keikhlasannya, yaitu
sikap batin yang murni,  yang  sanggup  melepaskan  diri  dari
dikte   kecenderungan   diri  sendiri  atau  hawa  nafsu  itu.
Begitulah, maka ketika dalam shalat  seseorang  membaca  surat
al-Fatihah  --yang  merupakan  bacaan  terpenting dalam ibadat
itu-- kandungan makna surat itu yang terutama  harus  dihayati
benar-benar  ialah  permohonan  kepada  Allah agar ditunjukkan
jalan yang  lurus  (al-shirath  al-mustaqim).  Permohonan  itu
setelah  didahului  dengan  pernyataan bahwa seluruh perbuatan
dirinya akan dipertanggungjawabkan  kepada  Allah  (basmalah),
diteruskan  dengan  pengakuan  dan  panjatan pujian kepada-Nya
sebagai pemelihara seluruh alam  raya  (hamdalah),  Yang  Maha
Pengasih  (tanpa pilih kasih di dunia ini -al-Rahman) dan Maha
Penyayang (kepada kaum beriman di  akhirat  kelak  -al-Rahim).
Lalu  dilanjutkan  dengan  pengakuan  terhadap  Allah  sebagai
Penguasa Hari Pembalasan, di mana setiap  orang  akan  berdiri
mutlak  sebagai  pribadi  di  hadapan-Nya  selaku  Maha Hakim,
dikukuhkan dengan pernyataan bahwa kita tidak  akan  menghamba
kecuali  kepada-Nya  saja  semurni-murninya,  dan  juga  hanya
kepada-Nya saja  kita  memohon  pertolongan  karena  menyadari
bahwa  kita  sendiri  tidak memiliki kemampuan intrinsik untuk
menemukan kebenaran.

Dalam  peneguhan  hati  bahwa  kita  tidak  menghambakan  diri
kecuali   kepada-Nya   serta   dalam   penegasan  bahwa  hanya
kepada-Nya kita mohon pertolongan tersebut, seperti  dikatakan
oleh    Ibn   'Atha'   Allah   al-Sakandari,   kita   berusaha
mengungkapkan ketulusan kita dalam memohon bimbingan  ke  arah
jalan  yang  benar.  Yaitu ketulusan berbentuk pengakuan bahwa
kita tidak dibenarkan mengarahkan  hidup  ini  kepada  sesuatu
apapun   selain   Tuhan,  dan  ketulusan  berbentuk  pelepasan
pretensi-pretensi akan  kemampuan  diri  menemukan  kebenaran.
Dengan  kata  lain, dalam memohon petunjuk ke jalan yang benar
itu, dalam ketulusan, kita harapkan  senantiasa  kepada  Allah
bahwa  Dia  akan  mengabulkan permohonan.kita, namun pada saat
yang sama juga ada kecemasan bahwa kebenaran tidak dapat  kita
tangkap  dengan  tepat karena kesucian fitrah kita terkalahkan
oleh kelemahan kita yang  tidak  dapat  melepaskan  diri  dari
kungkungan  kecenderungan diri sendiri."Harap-harap cemas" itu
merupakan indikasi kerendahan hati dan tawadlu', dan sikap itu
merupakan pintu bagi masuknya karunia rahmat llahi: "Berdoalah
kamu kepada-Nya dengan  kecemasan  dan  harapan!  Sesungguhnya
rahmat Allah itu dekat kepada mereka yang berbuat baik." [12].
Jadi,  di  hadapan  Allah  "nothing  is  taken  for  granted,"
termasuk  perasaan  kita  tentang kebaikan dan kebenaran dalam
hidup nyata sehari-hari.  Artinya,  apapun  perasaan,  mungkin
malah  keyakinan kita tentang kebaikan dan kebenaran yang kita
miliki harus senantiasa terbuka untuk  dipertanyakan  kembali.
Salah  satu  konsekuensi  itu  adalah  "kecemasan." Jika tidak
begitu maka berarti hanya ada harapan saja. Sedangkan  harapan
yang  tanpa  kecemasan  samasekali adalah sikap kepastian diri
yan mengarah pada kesombongan. Seseorang  disebut  sesat  pada
waktu ia yakin berada di jalan yang benar padahal sesungguhnya
ia menempuh jalan yang keliru.

Keadaan orang yang demikian itu, lepas dari "iktikad  baiknya"
tidak   akan  sampai  kepada  tujuan,  meskipun,  menurut  Ibn
Taymiyyah, masih sedikit lebih baik daripada orang yang memang
tidak  peduli  pada masalah moral dan etika; orang inilah yang
mendapatkan murka dari Allah.

Maka diajarkan kepada kita bahwa yang kita mohon kepada  Allah
ialah jalan hidup mereka terdahulu yang telah mendapat karunia
kebahagiaan dari Dia, bukan jalan mereka yang  terkena  murka,
dan  bukan  pula  jalan  mereka yang sesat. Ini berarti adanya
isyarat pada pengalaman berbagai umat masa lalu. Maka ia  juga
mengisyaratkan  adanya  kewajiban mempelajari dan belajar dari
sejarah, guna menemukan jalan hidup yang benar. [13]

Disebutkan dalam Kitab Suci bahwa shalat  merupakan  kewajiban
"berwaktu"  atas  kaum  beriman.  [14]  Yaitu, diwajibkan pada
waktu-waktu  tertentu,  dimulai  dari   dini   hari   (Subuh),
diteruskan ke siang hari (Dhuhur), kemudian sore hari (Ashar),
lalu sesaat setelah terbenam matahari (Maghrib)  dan  akhirnya
di  malam  hari  ('Isya).  Hikmah di balik penentuan waktu itu
ialah agar kita jangan sampai lengah dari ingat di waktu pagi,
kemudian  saat kita istirahat sejenak dari kerja (Dhuhur) dan,
lebih-lebih lagi, saat kita  "santai"  sesudah  bekerja  (dari
Ashar sampai 'Isya). Sebab, justru saat santai itulah biasanya
dorongan dalam  diri  kita  untuk  mencari  kebenaran  menjadi
lemah, mungkin malah kita tergelincir pada gelimang kesenangan
dan  kealpaan.  Karena  itulah  ada  pesan  Ilahi  agar   kita
menegakkan  semua shalat, terutama shalat tengah, yaitu Ashar,
[15] dan agar kita mengisi waktu  luang  untuk  bekerja  keras
mendekati Tuhan.[16]

Tidak Boleh Menyembunyikan Ilmu

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang."

Laknat yang berasal dari Allah adalah diusir dan dijauhkan dari kebaikan, sedangkan laknat yang berasal dari makhluk adalah cacian dan celaan serta mendoakan keburukan bagi orang yang dilaknat serta mempersulitnya dan menyelisihinya disertai kemunkaran kepadanya dan berlepas diri darinya.

Dan yang dimaksud dengan firman Allah "mereka yang melaknat" adalah segala sesudah yang dapat memberi laknat, dan ini telah datang penjelasannya sesudah ayat itu didalam firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati sedangkan mereka berada dalam kekafiran merekalah yang akan ditimpa oleh laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya."

Ayat ini telah menjelaskan bahwa menyembunyikan penjelasan-penjelasan dan petunjuk termasuk dosa-dosa besar yang karenanya Allah telah mewajibkan bagi pelakunya laknat. Dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Dien dan dibutuhkan oleh mukallaf maka tidak boleh untuk disembunyikan, dan barang siapa yang menyembunyikannya sesungguhnya kesalahannya sangat besar.

Dan firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaubat dan berbuat kebaikan serta menerangkan (kebenaran).". Menunjukkan bahwa tidak cukup di dalam taubat itu bagi seseorang untuk mengatakan sesungguhnya aku telah bertaubat akan tetapi wajib baginya setelah bertaubat untuk mengubah keadaan sebelum itu, apabila ia seorang yang murtad maka ia mesti kembali kepada Islam serta melaksanakan syariat-syariatnya, dan jika ia termasuk orang yang berbuat maksiat mestinya ia menampakkan amal-amal shaleh serta menjauhi orang-orang yang berbuat kerusakan.

Firman Allah: "dan mereka yang menjelaskan (kebenaran)", yakni mereka menjelaskan apa yang mereka sembunyikan daripada ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan menyembunyikan adalah: tidak mau menampakkan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, serta segala sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk ditampakkan, sebab jika sesuatu yang tidak ditampakkan itu bukan hal yang perlu maka seorang melakukannya tidak dianggap sebagai seorang yang menyembunyikan. dan oleh karena apa yang diturunkan oleh Allah dari pada penjelasan-penjelasan dan petunjuk merupakan hal-hal yang sangat dibutuhkan dalam Dien maka orang-orang yang mengetahuinya dan tidak menampakkan disifati dengan orang-orang yang menyembunyikannya.

"Firman Allah: "Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dengan orang-orang yang diberikan Al-Kitab agar mereka menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."
Sehubungan dengan masalah betapa pentingnya untuk menjelaskan ilmu yang andaikata tidak disebutkan padanya ancaman, maka cukuplah firman Allah SWT: "Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Dien dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (At-Taubah : 122)
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan suatu ilmu yang ia ketahui maka ia datang pada hari kiamat dengan dikekang daripada kekang api neraka."
Adapun Abu Hurairah adalah yang mengatakan sebagaimana disebutkan di dalam dua kitab shahih: "Sesungguhnya manusia mengatakan "Abu Hurairah telah banyak meriwayatkan hadits. andaikata bukan karena dua ayat di dalam Al-Qur'an niscaya aku tidak akan menceritakan satu haditspun, kemudian beliau membaca firman Allah : "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk", dan firman Allah : "Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dengan orang-orang yang diberikan Al-Kitab agar mereka menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."

Mengambil upah terhadap pengajaran agama

Para ulama telah berhujjah dengan ayat ini bahwasanya tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil upah dalam mengajarkan agama, karena ayat ini menunjukkan wajibnya untuk melakukan pengajaran maka mengambil upah dari perbuatan itu termasuk mengambil upah atas sesuatu yang wajib dan yang demikian itu tidak dibolehkan. Pendapat ini didukung pula oleh firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sangat sedikit". Makna yang terkuat (zhahir) dari pada ayat ini menjelaskan tentang larangan mengambil upah dalam mengajarkan ilmu dan sekaligus larangan terhadap menyembunyikan ilmu itu sendiri. sebab firman-Nya : "Dan mereka menjualnya dengan harga yang sedikit" merupakan larangan dari pada mengambil harga atau upah atas suatu ilmu dari segala segi serta dalam segala keadaan.

Kapan ilmu itu wajib disampaikan

Adapun permasalah tentang kapan ilmu itu wajib disampaikan adalah suatu permasalahan yang telah diperdebatkan oleh ulama, dan sebagai kesimpulannya adalah apa yang disebutkan oleh Ibnul Arabi dikitabnya (Ahkam Al-Qur'an) dimana beliau berkata: "Kesimpulan dari pada maksud ayat ini adalah: bahwasanya seorang yang alim jika dia bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya maka sesungguhnya dia telah bermaksiat, akan tetapi jika hal itu tidak disengaja olehnya maka tidak mesti baginya untuk menyampaikan apabila ia mengetahui bahwasanya ada bersamanya orang lain yang dapat menyampaikan ilmu itu."

Berkata Utsman ra: "Sesungguhnya aku akan menceritakan kepada kalian suatu hadits, andaikata bukan karena suatu ayat di dalam Al-Qur'an niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kamu, ayat itu adalah: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati."

Dan biasanya Abu Bakar dan Umar tidak menceritakan segala sesuatu yang mereka dengar dari Nabi SAW kecuali hal itu dibutuhkan. Sedangkan Az-Zubair adalah orang yang sangat sedikit meriwayatkan hadits karena beliau khawatir akan terjerumus pada perbuatan dusta. Akan tetapi mereka beranggapan bahwasanya ilmu telah menyebar pada mereka semua maka salah seorang diantara mereka melakukan tabligh (menyampaikan ilmu) apabila yang lain meninggalkannya.

Apabila dikatakan menyampaikan ilmu merupakan hal yang utama atau fardhu, dan jika demikian, mengapa ada diantara para sahabat yang tidak melakukannya seperti Abu Bakar, Umar, Zubair, dan yang lainnya dan jika menyampaikan ilmu itu suatu keutamaan, maka mengapa mereka banyak yang meninggalkannya?
Jawabannya: Bahwasanya barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu maka telah wajib baginya untuk menyampaikan ilmu berdasarkan ayat ini, dan berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan 'Amr bin 'Ash bahwasanya Nabi bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan suatu ilmu yang ia ketahui maka ia datang pada hari kiamat dengan dikekang daripada kekang api neraka.". Adapun orang yang tidak ditanya maka tidak wajib baginya untuk menyampaikan ilmu kecuali tentang Al-Qur'an saja. Dan telah berkata As-Sihnun: "Sesungguhnya hadits Abu Hurairah dan Amr bin Ash ini hanya menjelaskan tentang masalah persaksian saja."


Adapun pendapat yang menurutku adalah apa yang telah kami isyaratkan sebelum ini bahwasanya apabila ada orang yang menyampaikan ilmu tersebut, maka gugurlah kewajiban itu karena perbuatannya, dan jika tidak ada orang lain yang dapat menyampaikan ilmu selain dia maka wajib baginya untuk menyampaikan ilmu itu. Dan telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW suatu riwayat yang menerangkan tentang keutamaan menyampaikan ilmu, yang mana Beliau bersabda: "Semoga Allah memberi kecerahan kepada seseorang yang mendengar perkataan itu lalu memahaminya dan menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya."

Cahaya ALLAH Tak Pernah Padam

Segala puji bagi Allah, selawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw.

Pengamat sosial politik dunia Islam atau pengamat internasional pasti akan menyimpulkan bahwa ada dua krisis yang sedang terjadi dan saling bertautan antara satu dengan lainnya.

Pertama: Krisis keimanan dan keyakinan kepada Allah Taala. Krisis ini dapat ditandai dari: hilangnya nilai-nilai kebaikan, kerusakan yang merajalela, kemerosotan moral, semakin tinggi rasa kehampaan, cenderung materialisme dan penyalahgunaan kekayaan dan kekuasaan.

Di antara penyebab krisis ini adalah ada upaya dari lembaga-lembaga dan pemerintah untuk mengeliminir kekuatan agama bagi masyarakat. Yang kedua, adanya upaya untuk mematikan dan memandulkan yayasan-yayasan pendidikan Islam. Ketiga, adanya upaya merusak tatanan keluarga yang merupakan tempat pendidikan utama bagi generasi muda dalam menanamkan nilai akhlak yang mulia.

Jalan keluar dari krisis ini adalah dengan memperbaiki semua sebab-sebab terjadinya krisis diiringi tekad yang bulat untuk memperbaiki dan keluar dari krisis.

Kedua: Krisis rasa aman dan perasaan takut. Takut kepada orang lain dan takut akan masa depan. Takut akan rezki dan takut akan kehidupan.

Fenomena yang paling nampak dari krisis ini adalah menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam menghadapi orang lain serta menggunakan segala macam sarana untuk menguasai dan mengontrol orang lain. Semua itu mengakibatkan kediktatoran dalam bentuk tindak kezhaliman, penindasan, permusuhan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Di antara penyebab krisis ini adalah hilangnya keadilan, maraknya kerusakan, kezhaliman, penindasan dan penguasaan atas orang lain.

Solusi dari krisis ini adalah dengan mengembalikan kebebasan dan kemerdekaan di negeri Islam dan umat Islam. Kebebasan yang menjadi kewajiban dalam ajaran Islam dan salah satu rukun dari arkan sistem sosial, politik, ekonomi, keyakinan dan lain sebagainya.

Allah berfirman:

“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". (Al-Kahfi: 29)

Kezhaliman, Penindasan dan Penyiksaan

Sesungguhnya hilangnya kebebasan dari negeri-negeri Islam sejak bertahun-tahun mengakibatkan kerusakan dan penyimpangan seperti yang kita saksikan pada hari ini. Kita juga menyaksikan terjadinya kemerosotan dan kemunduran moral, kezhaliman dan penindasan, merampas hak asasi, memalsukan kehendak serta tidak ada muruah dan akhlaq yang buruk. Keadaan ini tidak akan membaik bila kita tidak kembali kepada kebebasan yang telah digariskan Islam.

Kebebasan yang memberikan kita kebebasan memilih dan bercita-cita, memiliki angan dan harapan. Kemerdekaan yang dapat membuka ufuk kreativitas dalam segala lapangan, dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta hubungan internasional.

Hilangnya kebebasan berarti terjadinya penindasan dan kezhaliman serta kembalinya penguasa-penguasa zhalim yang merampas kehormatan dan hak asasi manusia.

Allah swt. berfirman,

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)

“Hancurnya langit dan bumi adalah lebih terhina di sisi Allah dari menyakiti seorang muslim.” (H.R. Tirmidzi dan Nasai)

Kami ingin menegaskan bahwa Ikhwan adalah orang-orang yang mengemban risalah Islam, memikul amanah dakwah. Mereka adalah orang yang siap menanggung resiko dalam menapaki jalan dakwah yang telah Allah gariskan. Tujuan dakwah mereka adalah untuk merealisasikan nilai-nilai Islam, menebarkan keadilan, menghormati hak asasi manusia, mencegah kezhaliman dan kediktatoran. Ikhwan selalu menguatkan ikatan persaudaraan iman, kemanusiaan, dan keadilan.

"Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertaqwa". (Al-A’raf: 164)

Rasulullah pernah berdoa kepada Allah ketika menghadapi manusia yang menolak dakwahnya di Thaif, bahkan mengusirnya, “Ya Allah, tunjukilah kaumku karena mereka tidak mengetahui.”

Imam Syahid Hasan Al-Banna

Wahai Ikhwan, kami ingatkan kepada kalian apa yang telah dikatakan Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam “Risalah Antara Kemarin dan Hari Ini”:

Orang-orang zhalim akan memerangi kalian dengan berbagai cara dan akan berusaha mematikan cahaya dakwah kalian. Mereka akan meminta bantuan kepada pemerintah yang lemah, yang berakhlak buruk dan perpanjangan tangan mereka.

Kalian harus berhati-hati terhadap keburukan dan permusuhan yang mereka lancarkan. Semua musuh dakwah akan tergerak dan bangkit melihat dakwah kalian dengan melontarkan segala tuduhan dan persangkaan. Mereka akan berusaha menyandarkan segala kekurangan dan mempropagandakan kepada masyarakat dengan bentuk yang sangat buruk. Mereka melakukan itu karena mereka bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan serta finansial.

 Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (At-Taubah: 32)

Dengan semua tantangan itu, kalian akan memasuki masa-masa percobaan dan ujian. Kalian akan dipenjara, ditangkap, diusir, hak kalian akan dipasung, rumah dan harta kalian akan disita. Kalian akan menghadapi masa ujian ini dengan cukup lama.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabut:2)

Tetapi Allah telah menjanjikan dan menyediakan untuk kalian, setelah ujian itu suatu kemenangan bagi hamba-Nya yang berjuang dan menyediakan ganjaran bagi orang-orang yang beramal di jalan-Nya.

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (As-Shaff: 10)

Maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (As-Shaff: 14)

Apakah kalian mau tetap menjadi tentara Allah?!

Wahai Ikhwah, berpegangteguhlah kalian kepada manhaj Islam dan risalah yang kalian emban. Islam yang menerangi hati dan perangai kalian. Teguhlah dan bersabarlah serta kuatkan ukhuwah kalian. Bertaqwalah kalian kepada Allah agar kalian beruntung.

Ketahuilah bahwa kemenangan itu seiring dengan kesabaran. Setelah kesusahan akan datang kemudahan. Perjuangan Islam itu melelahkan dan membutuhkan waktu yang lama yang menuntut kita untuk senantiasa memperbaharui tekad dan kemauan. Jika sudah demikian, niscaya kalian akan mendapatkan apa yang telah Allah janjikan.

Wahai Ikhwah, masa lalu kalian adalah masa kejayaan dan kehormatan. Masa kini pasti akan berlalu dan masa depan insya Allah akan menjadi kemuliaan bagi kalian, selama kalian berpegang kepada agama dengan menguatkan hubungan kepada Allah. Majulah terus dan Allah akan memberikan taufiq serta pertolongannya.

Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Al-Hajj: 40)

Sabtu, 13 Maret 2010

Reformisme Islam di Indonesia

Arti reformasi atau reformisme.
Ada 3(tiga) kecenderungan
Pertama : kecenderungan untuk mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan islam sebagai suatu sisitem yang benar setelah dibersihkan dari bid’ah.

Kedua: yang berusaha membangun kembali agama islam juga didasarkan atas sendi-sendi ajaran yang benar kalau perlu dapat disesuaikan dengan pengertian-pengertian masa kini yang mencakup segi-segi agama,kesuliaan dan kemasyarakatan.
Ketiga: Yang berpegang teguh kepada dasar-dasar agama islam yang diakui pada umumnya.tetapi tidak menutup pintu bagi pandangan-pandangan baru yang biasanya datang dari barat,kecenderungan yang terakhir ini dapat kita sebut sebagian modernisme dalam islam

PERAN PEMUDA ISLAM DALAM MENYONGSONG KEBANGKITAN ISLAM

zaman rasulullah ada seseorang yang banyak berbicara sehingga digelari
simulut besar setiap rasulullah saw berbicara , ia berusaha menimpali
agar dapat melebihi pembicaraan rasulullah . Hasan al-Bashri pernah
mendengar sebuah nasihat yan amat jelas uraiannya , namun sedikit pun
ia tak tersentuh . ini karena tidak memenuhi syarat sebagai nasihat
yang baik dipandang dari segi ketulusan dan kesungguhan Cela
piskis dapat ditemui pada bnyak orang , baik dikalangan para pemeluk
agama maupun orang atheis .telah umum diketahui bahwa maksiat hati
lebih berbahaya dari pada maksiat anggota tubuh .kesombongan lebih
buruk dari pada mabuk , meskipun Allah mensyariatkan hukuman langsung
kepada orang yang mabuk dan menangguhkan siksaan bagi orang yang
sombong di akhirat kelak . Nabi musa menegaskan kepada firaun , sebagaimana diterangkan dalam al-quran : “sesungguhnya
aku dating kepada mu dengan membawa bukti yang nyata dari tuhan mu
,maka lepaskanlah bani israil (pergi) bersama aku.”
(al-araaf:105).al-quran menyitir jawaban firaun terhadap jawaban nabi
musa a.s. , sebagai berikut : “sesungguhnya musa ini adalah ahli sihir yang pandai ,bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negeri mu .” (al-A’raaf 109-110) . Anarki
politik merupakan lahan subur pertumbuhan firaunisme . firaunisme
ditimur lebih banyak ketimbang di barat . firaunisme batu sandungan
bagi perkembangan bangsa-bangsa , karena rahasia penyebaran sifat
–sifat jahat , baik kecil ataupun besar , berada ditangan isme ini. Menurut penulis[1]
para pemuda yang ekstern itu telah mengalami distorsi temperamen
.karena kita memiliki visi yang jauh dan misi yang suci , tentu kita
akan memilih yang lebih ringan antra dua pilihan , selama tidak
melanggar syariat . akan tetapi sebaliknya , pemuda-pemuda itu memilih
yng sulit Apakah
kelompok ekstern ini mempunyai hubungan spiritual dan intelektual
dengan golongan khawarij ? tampaknya berbeda . karena seperti dikatakan
oleh hakim walid daripemerintahan rasyid , khawarij mempunyai pandangan
positif terhadap musyawarah dan memiliki sikap yang bersih melebih-lebihkan dan mengurangi pada
dasarnya perbedaan pendapat dalam fikih tidak boleh memperlemah ukuwah
islamiyah dan menimbulkan percekcokan . akan tetapi, kelompok eksterm
berkecederungan membesar-besarkan masalah kecil memicu konflik
prinsipil ekstremitas
tidak terjadi pada kondisi social yang mapan . penyimpangan psikologis
tersebut terjadi pada masa krisis pandangan , ketika masalah khilafiyah
dibesar-besarkan . misalnya , posisi tangan dan kaki dalam shalat. Kelemahan
lain yang berbahaya adalah mereka terlampau cepat menuduh pelaku dosa
sebagai kafir atau fasik. Muslim yang meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajiban syari . berarti keluar dari islam . sedangkan
orang-orang yang malas melakuakn shalat tetep mengekui dasar
pensyariatannya. Tetap saja mereka menegaskan ,” Wajib di bunuh .” Selama
dosa yang diperbuat manusia termasuk dosa syirik , insya Allah , dia
berkenan mengampuninya . memang di antara kelompok eksterm itu ada yang
benar-benar berniat baik dan keinginan memperoleh ridho Allah . akan
tetapi, kekurangannya adalah kedangkalan pengetahuan dan pemahaman
keislamannya . andaikan mereka berwawasan luas , tentu semangat dan
komitmen mereka sangat bermanfaat bagi islam. Para
pendidik dan pemimpin hendaknya menyikapi para pemuda yang bersikap
eksterm dengan penuh kearifan . merupakan suatu keharusan untuk meminta
bantuan para ulama yang peka dan independent untuk membina mereka . ini
karena mereka enggan berkolusi , apalagi dibina , oleh orang-orang yang
berada dalam lingkaran kekuasaan

Hijarah menuju ALLAH (Bimbingan Islam untuk membina Kepribadian)

Buku tersebut merupakan panduan untuk kita (ummat Islam) semua tentang bagaimana kita secara pribadi menjalin komunikasi dengan Allah sang pencipta alam semesta ini dengan jalan hijrah secara Ruhani yang pada akhirnya akan membuat pribadi kita semakin baik, selalu baik sangka terhadap insan yang lain dan selalu ikhlas dan ridha terhadap ketentuan-ketentuan yang Allah turunkan pada kita.
  Ya, semua itu tergantung pada diri kita masing-masing, karena disaat kita ingin menempuhnya dan menarik diri dari kehidupan dunia yang semu ini, maka dunia inipun secara kasat mata tidak akan pernah rela untuk kita tinggalkan.


  Langkah pertama yang harus ditempuh adalah dengan menyucikan diri kita kembali sebelum menjalani kehidupan tersebut dengan bekal Al-Quran sebagai pembimbing kita, memantabkan ketaqwaan, selalu mawas diri terhadap sesuatu (Dunia dan isinya) yang ingin membatalkan niat kita, serta pada akhirnya dengan melakukan Taubat yang sebenar-benarnya Taubat.

Pandangan Islam terhadap pekerjaan seorang wanita

Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- ditanya : Apa pandangan Islam tentang pekerjaan seorang wanita bersama dengan laki-laki?

Jawaban

Seperti yang sudah diketahui keikutsertaan seorang wanita untuk bekerja dalam lapangan pekerjaan seorang laki-laki akan menyebabkan percampuran dalam pergaulan yang tercela dan berdua-duan dengannya. Dan hal tersebut adalah perkara yang sangat vital sekali, yang akibatnya juga sangat fatal dan hasilnya buruk serta akibatnya tidak baik, yakni bertentangan dengan dalil-dalil Islam yang menyuruh wanita untuk tetap berada di rumahnya dan mengerjakan pekerjaan yang dikhususkan dan diciptakan Allah untuknya agar menjadikannya jauh dari ikhtilath. Adapun dalil-dalil yang jelas dan shahih yang menunjukkan atas haramnya berduaan dengan selain mahram dan melihatnya serta sarana-sarana yang menjadi perantara untuk terlaksananya perbuatan yang diharamkan oleh Allah. Dalil-dalil yang banyak, jelas memutuskan percampuran yang menyebabkan perbuatan yang akibatnya tidak terpuji di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang terdahulu dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi) sesungguhnya Allah adalah Mahalembut laga Maha Mengetahui”

“Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demekian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

“Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannnya kecuali yang (biasa) nampak daripadanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera-putera mereka atau putera-putera suami mereka”

“Artinya : Apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (isteri-isteri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Hindarilah bercampur dengan wanita” (maksudnya selain mahram), dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang saudara ipar?” Beliau menjawab : “Saudara ipar bagaikan kematian”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang untuk bedua-duaan dengan wanita selain mahram secara umum seraya berkata.

“Artinya : Sesungguhnya setan adalah orang ketiganya”

Dan melarang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya untuk menutup jalan kerusakan, menutup pintu dosa, mencegah sebab-sebab kejahatan dan mencegah dua macam tipu daya setan berdasarkan ini, maka betul apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Takutlah akan dunia dan wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil adalah dari wanita”.

Seraya beliau bersabda.

“Artinya : Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan”.

Ayat-ayat dan hadits-hadits ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan kewajiban menjauhi ikhtilath yang menyebabkan rusaknya keluarga dan hancurnya masyarakat. Dan ketika anda melihat kedudukan wanita di beberapa negara Islam, maka anda akan dapati mereka telah menjadi hina dan tercela karena keluar rumahnya yang menjadikannya mengerjakan hal-hal yang sebenarnya bukan tugasnya. Orang-orang yang berakal dari negara-negara Barat telah menyeru keharusan untuk mengembalikan wanita kepada kedudukannya semula yang telah disediakan oleh Allah dan diatur sesuai dengan fisik dan akalnya, tetapi seruan itu telah terlambat.

Sebenarnya lahan pekerjaan wanita di rumah atau di bidang pengajaran dan lainnya yang berhubungan dengan wanita sudah cukup bagi wanita tanpa harus memasuki pekerjaan yang menjadi tugas para laki-laki. Kita memohon kepada Allah agar menjaga negara kita, negara kaum muslimin semua dari tipu daya musuh dan rencana-rencana mereka yang menghancurkan dan semoga Dia memberi taufik kepada kaum muslimin dan pemimpinnya serta para penulis buku untuk membawa kaum wanita kepada jalan yang sesuai dengan kedudukan mereka di dunia dan di akhirat sebagai pelaksanaan perintah dari Tuhan mereka dan Pencipta mereka yang Maha Mengetahui kebutuhan mereka dan semoga Dia memberi taufik para pemimpin Islam kepada jalan yang di dalamnya ada kemaslahatan manusia dan negara, serta dalam masalah kehidupan dan tempat kembali (akhirat) dan melindungi kita dan orang-orang muslimin lainnya dari kesesatan fitnah dan sebab-sebab kebencian, sesungguhnya Dia Maha Mengurusi hal tersebut dan menguasainya.

Akulturasi Budaya Islam dan Hindu-Buddha

Kompas

    * Summary rating: 2 stars (195 Tinjauan)
    * Kunjungan : 12160
    * kata:300    
Islam serta unsur-unsur budayanya di Nusantara
merupakan hasil akulturasi antara budaya Islam dengan Hindu-Buddha yang
lebih dulu ada di Nusantara.  Menurut Habib, catatan tertua tentang peninggalan
purbakala Islam di Nusantara, antara lain, terdapat dalam kisah-kisah
pelayaran para pelaut Belanda yang mengunjungi Nusantara pada akhir
abad XVI. Pelayaran pertama dilakukan Cornelis de Houtman
(1595-1597), yang kedua oleh Jacob van Neck dan Wybrant Warwyck tahun
1598-1600.
Studi orang Eropa
Selama abad XVII studi tentang Islam di Jawa mulai mendapat perhatian
di lingkungan universitas di Negeri Belanda dan Eropa berkat
laporan-laporan tersebut.
Misalnya, R van Goens (1648-1654) menguraikan Islam yang terdapat di
pedalaman Jawa Tengah dan kehidupan masyarakatnya, Wouter Schouten
(1676) menggambarkan masjid di Jepara. Nicolas
de Graaf (1701) mengisahkan pengislaman di Maluku serta memuat
informasi bentuk masjid yang dilihatnya di Aceh, Jawa, Sulawesi, dan
Maluku.

Pandangan kedua mengemukakan, Islam di Nusantara
disebarkan dari daerah yang telah lebih dahulu memeluk Islam, misalnya
Persia, India, dan Campa.
Keduanya menyanggah pendapat para sarjana Belanda
sebelumnya, yang berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari
tanah Arab langsung dibawa oleh para pedagang.
India Selatan
Kemungkinan India selatan sebagai pusat kebudayaan Islam yang
berpengaruh di Nusantara, di antaranya dapat ditunjukkan oleh data
teks, seperti dikemukakan oleh Van Ronkel dan Robson.
Van Ronkel dalam kajiannya tentang roman Amir Hamzah dan ciri-ciri
mistik dalam karya abad XVI di Nusantara menunjukkan pengaruh yang kuat
dari India selatan. Pendapat tersebut diperkuat
oleh Robson, dengan merujuk sejumlah istilah yang digunakan dalam
masyarakat Islam, antara lain: lebai atau lebe, santri, maulana yang
adalah istilah-istilah yang banyak dijumpai di kalangan Muslim Tamil.

Kontroversi islam pada Film 2012

Siapa yang tidak tahu Hollywood  pusat perfilman Amerika yang telah melahirkan karya - karya yang besar. Namun tidak semua karya - karya mereka menjadi inspirasi besar bagi dunia justru terkadang malah menjadi kontrofersi dan perdebatan bagi para cendikia dan agamawan. Termasuk yang sedang booming pada saat ini yaitu penayangan film "2012" film yang mengisahkan bagaimana bumi bergolak dan menghancurkan sebuah peradaban di dunia yang dalam kamus islam itu dinamakan " Kiamat ". Lalu apa yang salah di film ini? kita tidak bisa menilai baik dan betulnya menurut satu fersi dan satu sisi kepentingan saja, ya kenapa demikian meskipun film ini bertentangan dengan agama, dilihat dari sisi latar,situasi,tempat,dan misi yang hanya lebih menonjolkan kepentingan agama tertentu dan ending film yang meniru kisah nabi nuh dan hanya  merubah  teknologi transportasinya saja.
 Tapi apapun itu kembali lagi film tetaplah film. Semua yang ada dalam sekenario film adalah bagaimana menciptakan film yang besar,penuh ide,dan pastinya bisa menarik penikmat perfilman yang pada akhirnya akan menarik keuntungan yang besar bagi produsennya. Lantas bagaimana kita menyikapinya ? itu kembali pada pribadi kita dan apa yang kita yakini.Akhirnya semua tergantung pada anda bagaiana menilai "2012" sebagai film besar yang spektakuler atau yang ......silahkan anda menilainya. 

Sabtu, 06 Maret 2010

Tafsir islam untuk Perdamaian

Demikian tulis Dr Syafi’i Anwar dalam kata pengantar buku Islamku, Islam Anda dan Islam Kita, karya terbaru Gus Dur.
Pernyataan tersebut menjadi kata kunci dan bingkai untuk memotret
keseluruhan pemikiran Gus Dur tentang Islam dalam kaitannya dengan
isu-isu mutakhir, seperti nasionalisme, demokrasi, pluralisme, hak
asasi manusia, kapitalisme, sosialisme, dan globalisasi.
Sebagai seorang cendekiawan, Gus Dur merupakan tokoh Muslim yang kaya
talenta.
Pembahasannya tentang Islam selalu mampu menerobos dan menyentuh
wilayah-wilayah yang sering kali "tidak terpikirkan" oleh para ulama
pada umumnya. Dalam muktamar NU tahun 1935, para ulama melahirkan
sebuah pandangan keagamaan yang merupakan cikal bakal bagi
keindonesiaan, yaitu wajib hukumnya mempertahankan Indonesia yang pada
saat itu dipimpin oleh orang-orang non-Muslim (Hindia-Belanda).
Salah satu alasannya, ajaran Islam dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga negara secara bebas (hal 5).
Pandangan ini pula yang mendorong NU untuk mendukung sepenuhnya
kepemimpinan Soekarno-Hatta, yang dikenal dengan sebutan pemimpin
darurat yang mempunyai kekuatan penuh (waliyyul amri al-dharûrî bi
al-syawkah). Gus Dur memilih tafsir model kedua karena tafsir yang
kedua merupakan tafsir yang paling tepat untuk diterapkan dalam konteks
kebhinnekaan. Karena itu, Gus Dur sampai pada
kesimpulan bahwa wacana negara Islam dan wacana politik Islam yang
sejenis merupakan pemahaman yang kurang tepat (hal 81-84). Dalam buku ini, Gus Dur menitikberatkan pentingnya
menerjemahkan konsep kebajikan umum (al-mashlahah al-’ammah) sebagai
jembatan untuk mengatasi problem Islamku dan Islam Anda.
Pada umumnya, diskursus keislaman hanya terhenti pada kedua model tersebut.

Oleh karena itu, Gus Dur menawarkan pemikiran pentingnya merajut antara
keberislaman yang berbasis pada pengalaman dan keyakinan untuk
membangun pemahaman keagamaan yang berorientasi pada terwujudnya
kebajikan umum dan keadilan sosial. 

Islam Agama penutup, al-Qur'an kitab Penutup, Muhammad Nabi Penutup

Mengapa Islam menjadi Agama Penutup. Pertanyaan tersebut kadang kita temui pada benak seseorang. pada dasarnya semua ajaran agama betul.dan bersumber dari ALLAH yang maha ESA mulai dari kitab Zdabur lalu Taurat, dan menyusul injil dalam keterangan kitab - kitab Tersebut ALLAH belum menerangkan dalam Kitab tersebut untuk dijadikan Kitab Penutup Barulah dalam Kitab Al,Quran ALLAH yang Maha Esa menerangkan bahwa Al,Quran dan Nabi yang Juga berPredikat Rosul ALLAH di Terangkan Sebagai Kitab dan Rasul/Nabi Penutup.namun diterangkan juga dalam Al,Quran Tersebut bahwa Pasti ada Koum yang akan menentang& tidak percaya (kufur) dan berusaha untuk menjatuhkan 

Seandainya ALLAH Tidak menurunkan Kitab Al,Quran sebagai kitab Penutup Mungkin Kitab - Kitab Sebelumnyalah yang menjadi Pedoman Kita Sekarang namun kenyataanya Tidak ALLAH menghendaki Harus dan Wajib Manusia Itu Mengikuti Kitab terakhir yang diturunkannya sebagai dasar pedoman dalam menjalankan Roda Kehidupan dan sebagai dasar Hukum Kehidupan ........di dalam Islam itu sendiri mengajarkan kita untuk menjadi sebaik baiknya Ummat dalam Arti dapat menjadi panutan dan suri Tauladan dalam menjalani roda Kehidupan.

Ciuman menurut islam

Dari uraian di atas kita bisa menilai resiko berciuman. Bahwa ternyata, ada resiko yang siap menanti di belakang hari.??  Dengan kata lain, kalau kita mengkampanyekan aktivitas ciuman tadi,??  sama saja mengajak untuk mendapat masalah dalam hal kesehatan, alias kampanye untuk sakit!
Itu baru dari sudut kesehatan.??  Ada aspek lain yang harus jadi pertimbangan.??  Malah inilah yang harus dijadikan sebagai standar dalam menentukan sesuatu.??  Apa itu???  Pandangan Islam terhadap suatu masalah tertentu, dalam hal ini adalah ciuman. Sebagai seorang muslim, tentu kita harus cermat dalam menilai suatu perbuatan yang akan kita lakukan.??  Karena di dalam Islam segala aktivitas harus didasarkan kepada aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh Sang Khaliq yaitu Allah SWT.??  Supaya kita tidak salah menentukan sikap.
Islam sudah memililki aturan tentang pergaulan antar manusia yang berjenis laki-laki dan perempuan.??  Kalau kamu sedang melaju di jalan raya mengendarai sepeda motor misalnya, kamu harus memperhatikan aturan lalu lintas supaya tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain, juga tidak kena tilang pak polisi.??  Demikian juga perjalananmu dalam pergaulan dengan teman sebayamu.??  Dalam Al Qur’an Surat Al A’raf ayat 32 Allah SWT berfirman yang artinya: “Janganlah kamu mendekati zina…….”.??  Mendekati zina saja tidak boleh, apalagi melakukannya.??  Itu yang bisa kita tangkap dari perimngatan Allah SWT.??  Dengan kata lain, hal-hal atau aktivitas yang mendekatkan atau bisa menjerumuskan, atau menggoda kita ke arah zina adalah juga terlarang alias haram.??  Nah, salah satu hal yang berpotensi untuk menghantarkan ke arah maksiat tadi adalah aktivitas ciuman.??  Nggak heran kalau kemudian Aa Gym berkomentar bahwa judul film BCG tadi sama saja dengan Buruan Zinahi gue.??  Islam telah mengatur bagaimana lak-laki dan perempuan menjaga pergaulannya. Mereka harus saling menundukkan pandangan, tidak boleh berdua-duaan tanpa mahrom. Dan tentu saja berciuman adalah hal yang dilarang oleh Islam bila belum?? sah sebagai suami-istri.Tapi ada juga lho ciuman yang tidak terlarang dalam agama kita, tentunya bila udah resmi jadi suami-istri, karena untuk berjalan ke jenjang tersebut diperlukan suatu process ‘keridho-an’ antara keduanya, untuk bisa menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing (termasuk juga penyakit masing-masing kalo ada).
Selain ciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya, ciuman antara keluarga atau yang masih mahromnyapun kudu di jaga, perhatikan kesehatannya sebelum mencium, lebih baik mencium di dahi/keningnya untuk cari aman. Biasanya kita suka?? gemes sama anak kecil, trus jadi pengen menciumnya, jangan sampai kegemesan menjadikan kita lupa untuk menjaga kesehatan.
Nah, rekan sobat muda, Jelaslah kini bagaimana aktivitas ciuman dari sudut pandang kesehatan maupun aturan Islam.??  Kesimpulannya, kalau ingin sehat dan selamat dunia akhirat, tinggalkan ciuman yang terlarang.??  Mari hidup sehat sesuai dengan??  syariat. 

Alasan islam mengharamkan daging babi

Islam melarang umatnya untuk memakan atau mengkonsumsi daging Babi. Hal ini sesuai dengan Al Quran surat Al-Baqarah (ayat 173) yang berbunyi : " Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kamu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah..."
Ternyata larangan tersebut justru bermaksud melindungi kita. Coba lihat saja bagaimana babi menghidupi dirinya sendiri. Babi adalah binatang pemakan segala, karenanya ia dapat makan apa saja termasuk kotoran dan bangkai. Nah bayangkan bagaimana makanan kotor itu tercerna dalam perut binatang ini.

Menurut para ahli, babi juga tidak sehat untuk dikonsumsi karena mengandung beberapa unsur yang dapat merugikan orang yang memakannya. Misalnya kandungan lemak babi sangat tinggi, yaitu mencapai 50%, sedangkan lemak domba hanya 17% dan kerbau 5%. Daging babi juga mengandung kolesterol 15 kali lebih banyak dibanding daging hewan ternak lainnya yang tentunya kurang baik bagi kesehatan.
Bahkan menurut penelitian medis, disebutkan bahwa tubuh babi terdapat beberapa virus, bakteri, cacing, dan sejenisnya yang sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan beberapa penyakit, seperti cacing pita, flu babi, radang otak, peradangan mulut, hati dan sebagainya. Terlepas dari penilaian para ahli sedemikian rupa, larangan makan babi di dalam Al Quran sangat jelas. Tentu ada hikmah di balik itu yang mungkin belum terungkap selain yang telah diungkapkan oleh para ahli.

Islam adalah rumah kedamaian bagi orang-orang yang bermasalah

Ketika harta, wanita dan popularitas sudah dilampaui, manusia-manusia
Barat (mordern) punya fantasi dan impian baru agar hidup damai di
planet atau pulau-pulau terpencil, yang dianggapnya sebagai solusi yang
bisa menyelesaikan persoalan hidupnya yang serba sumpek dan merisaukan
itu. Hal itu jelas tergambar pada ribuan karya dan kreasi mereka dalam
bentuk sastra, musik, film maupun rumus-rumus matematika, yang seakan
memberi jawaban pencerahan atas persoalan mereka, di mana dunia
industri dan iptek yang semula dianggap bisa mempercantik dunia dan
memperindah kehidupan, ternyata belum bisa memberi solusi yang
memuaskan batin mereka. Lantas apa solusinya, di manakah pencerahan itu
dapat ditemukan? Sungguh tak ada jawaban yang memuaskan kita sampai
kapanpun; tak ada planet atau pulau terpencil yang dapat menentramkan
kita; tak ada iptek secanggih apapun yang dapat membahagiakan kita; tak
ada pintu-pintu terbuka untuk kita semua selain pintu introspeksi-diri
(tobat) dan kembali ke jalan Tuhan.
Karena tanpa ada kemauan untuk
mendahulukan Tuhan (iman), hidup manusia hanya akan menjadi
bulan-bulanan tak keruan, yang membuatnya terperosok dari satu jebakan
ke jebakan lain; dari satu ketergantungan ke ketergantungan lain; dalam
lingkaran mata-rantai pilihan demi pilihan yang tak pernah menemukan
prioritas dan prosentasinya secara benar. Tetapi bila kita mau berpikir
dengan "akal iman", melihat dengan "mata iman", dan mendengar dengan
"telinga iman", maka kita akan mengukur dan membaca hidup ini secara
jujur dan realistis, bahwa memang bangsa kita ini sedang bermasalah:
bahwa pilihan menjadi penguasa diktator di masalalu telah membawa
banyak masalah; bahwa menganut ekonomi kapitalisme (dengan riba yang
tak terkendali) telah membawa banyak masalah; bahwa pilihan menjadi
masyarakat liberal-modern telah membawa masalah; bahwa membangun dunia
industri dengan segala ipteknya (yang tak terkontrol) telah membawa
masalah. Lantas mau ke mana kita melarikan diri dari segala masalah
itu, ketika sumbernya justru berasal dari diri kita sendiri, dari
pilihan-pilhan kita sendiri, dari kesombongan dan keserakahan kita
sendiri, dari dendam dan kebencian kita sendiri? Nah, di sinilah Islam
menyampaikan puncak jawaban atas segala persoalan hidup manusia, bahwa
Islam bukan hanya mengajarkan kita agar terhindar dari dosa dan
kesalahan, tapi sekaligus menuntun dan mengarahkan kita agar bertobat
dan bangkit dari dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat... mohon
maaf dan selamat berpuasa, semoga kita dapat meraih ketakwaan....

Tujuan Islam Dalam Mengharamkan Perzinaan

Islam tidak mau seorang pria muslim dan wanita muslimah jatuh ketangan seorang pezina . Karena ruhnya yang hina , jiwanya yang sakit , dan tubuhnya telah ternodai oleh berbagai bakteri  serta dikerumuni beraneka ragam penyakit dan gangguan .
Semua perintah dan larangan dalam Islam ,antara lain termasuk diharamkannya nikah dengan seorang penzina , tidak lain adalah untuk membahagiakan manusia dan mengangkat derajatnya ketingkat yang lebih tingi yang bisa dicapainya .
              " ...Allah ( justru ) menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir membencinya ." ( QS. ash-Shaf. 8 )  
Agar tidak hanya bahagia di dunia, tapi juga bahagia di akhirat .
              " Barang siapa yang menghendaki pahala di dunia saja ( maka ia merugi ) , karena disisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah maha mendengar lagi maha melihat ." ( QS. an-Nisa': 134 ) dan 
              " Dan barang siapa yang buta ( hatinya ) di dunia ini , niscaya di akhirat ( nanti ) ia akan lebih buta ( pula ) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar) ." ( QS. al-Isra': 72 )
Disamping sumber penyakit ( seperti sifilis , gonore dan sebagainya ) yang paling berbahaya, para pezina biasanya menularkan penyakit-penyakit psikis mereka kepada anak cucunya ( sifilis turunan ) .
Para pezina juga ada kemiripan dengan orang musyrik. Seorang muslim dengan adab al-Qur'an tidak mungkin akan bisa bahagia dengan pezina yang tidak berpikir seperti dirinya . Padahal mereka mengetahui bahwa Allah Ta'ala telah berfirman tentang pernikahan ,


       " Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri , supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang ...." (QS. ar-Rum : 21 )
Seorang pria muslim tidak akan bisa menikah dengan wanita musyrik yang akidahnya sesat . Beritikad tidak seperti itikadnya , tidak beriman seperti keimanannya dan juga tidak mengakui prinsip-prinsip kemanusian yang luhur yang ditegaskan islam . Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman ,
             " Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik , sebelum mereka beriman . Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik , walaupun dia menarikhatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik  ( dengan wanita-wanita mukmin ) sebelum mereka beriman . Sesunguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik , walaupun dia menarik hatimu . Mereka mengajak ke neraka , sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya ( perintah-perintah-Nya ) kepada manusia supaya mereka mengambilpelajaran. " ( QS. al-Baqarah: 221 )

Dengan adanya islam hidup jadi punya arah

Percaya Tuhan, tapi tidak beragama, begitulah kira-kira gambaran kehidudupan keagamaan / spiritula seorang yang tipis imannya. selama ini manusia berlomba untuk mencari Tuhannya. Jawaban dari proses pencarian Tuhan akan terjawab ketika manusia telah mengalami perjalanan dan proses hidup yang sangat panjang bahkan ada yang sangat melelahkan.
Bahkan manusia tidak saling bisa dipercaya. kemna kita akan mencari kebenaran akan Tuhan ?
Untuk mendapatkan kebenaran akan Tuhan harus menyatukan kondisi jiwa raga dan alam. Siapa yang memegang jiwa kita ini ? siapa yang mengendalikan tubuh kita ini ? siapa yang mengatur alam raya ini ?
 1. Siapa yang memegang jiwa ini ? pertanyaan ini silahkan pembaca tanyakan pada jiwa anda. ketika anda merenungi dan meresapi dan berdialog dengan diri anda. kemana keberadaan jiwa kita ini ? apa ada komunikasi " diri anda " dengan Jiwa anda. Apakah sudah bertemu/ matching ?
2. Siapa yang mengendalikan Tubuh kita ini ?
     Rasakan dan perhatikan secara teliti dan cermat serta kelembutan pikiran dan kearifan jiwa. telusuri tubuh anda mulai dari ujung rambut hinggga ujung kaki. Ada apam dengan tubuh anda. ketika kita tertida atau tidur nyenyak apa kita tahu sedang apa tubuh kita ini ? Bagimana jantung kita bekerja ? otak kita bekerja. darah kita mengalir. perut kita, hati kita semua organ tubuh kita bagaimana "mereka" bekerja ?
3. Siapa yang mengatur alam raya ini ?
     Lihatlah langit ketika cerah, ketika hujan. Siapa yang mampu menurunkan hujan ? sipa yang menggerakkan atau mengedarkan matahari, bulan. merkurius, venus, bumi, mars, yupiter, saturnus, uranus, pluto, galaksi meteor dan  bintang-bintang  nun jauh di sana ?
Angin siapa yang menggerakkan ? bawa apa dia " Angin" . Air kemana kau pergi siapa yang menyuruh banjir dan menenggelamkan daratan dan kehidupan di atasnya ?
    Mengapa benda-benda langit tidak bertumbukan atau mengalami salah edar. siapa yang mengatur mereka itu semua ? belum siapa yang membuat bagaimana caranya ? Tahukah kalian hai ,manusia bahawa semua yang ada di alam raya ini sudah tandatangan kontrak perjanjian dengan Tuhan-Nya.
Maka berserah dirilah kepada Tuhan dan minta petunjuk kepada=-Nya